Senin, 02 Mei 2016

WOW Case Competition 2016 with Pertamina_Anda Putra





Halo ....

Kami (Anda Putra, Ismi Alawiyah, & Mitha Filandari) lagi nyoba ikut lomba pertamina. Salah satu rangkaian kegiatannya adalah bikin video.

Melalui video ini kami mengenalkan gagasan kami untuk pelayanan terbaru pertamina.

Sebuah inovasi agar kita bisa lebih menikmati produk dalam negeri yang berkualitas.

Jika berkenan, silakan ditonton dan likes videonya ya 󾭞🏻󾌪

Untuk likes dan komen video kami di :
https://www.youtube.com/watch?v=ziBpRqQSo-E

Mohon bantuannya ya...



Thank u in advance 󾌭󾌭󾌭

May Allah bless u all aamiin 󾌸󾌸󾌸

Kamis, 03 Juli 2014

Optimalisasi dan Efisiensi dalam Mengelola Bank



MITHA FILANDARI
24212612
SMAK06-5

REVIEW BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN 2







LDR (Loan to Debt Ratio)



Dalam kegiatannya, bank memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Konservatif, 2. Moderate, dan 3. Ekspansif. Jika bank bertujuan untuk melakukan ekspansif maka  LDR (Loan to Debt Ratio) maksimal 110%. LDR merupakan perbandingan antara Loan (pinjaman) dengan penjumlahan Deposit dan Capital. Bank yang melakukan ekspansi memiliki pengaruh terhadap profit karena interest spread income-nya semakin besar.

Sumber pendapatan bank ada dua, yaitu :
1.      Interest Spread Income (i2 – i1)
Pendapatan ini berasal dari produk bank, seperti pinjaman
2.      Fee Based Income
Fee Based Income akan memaksimalkan deposit yang dimiliki.  Pendapatan ini berasal dari jasa bank, seperti:
a.      Kliring
b.      Valas
c.       Transfer
d.      Save deposite box
e.      Inkaso
f.        LC (Letter of Credit) dan B/G (Bilyet Giro)
Kedua sumber pendapatan tersebut berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK). 

Bank berperan sebagai fund manager bagi nasabah sehingga pendapatan (revenue) saja tidak cukup. Oleh karena itu, bank ingin menaikkan profit yang bisa dilakukan dengan menaikkan revenue dan menurunkan cost (biaya). Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:

1.      Optimalisasi
Jika bank ingin menaikkan revenue, maka bank dapat melakukan optimalisasi revenue dengan cara menaikkan LDR, otomatis loan akan meningkat sehingga bank menjadi ekspansif di masyarakat. Namun, dalam melakukan optimalisasi revenue ini risikonya cukup besar maka bank harus memiliki modal yang cukup sehingga bank akan menaikkan CAR (Capital Adequency Ratio) atau rasio kecukupan modal. CAR ini untuk berjaga-jaga jika ada kredit macet. Kebijakan yang terbaru pada tahun 2014 menetapkan besarnya CAR minimal 20%. Optimalisasi sangat tergantung pada dana pihak ketiga kemudian berintegrasi sehingga memberikan fasilitas dan kemudahan melalui teknologi informasi dan integrasi data base.

2.      Efisiensi
Efisiensi biaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.      Melalui kegiatan operasional bank dengan cara memanfaatkan penggunaan teknologi informasi sehingga dapat memberikan keamanan dan kenyamanan. Contohnya, mesin ATM, penggunaan mesin ATM dapat menghemat dalam mempekerjaan teller sehingga dapat menambah optimalisasi base income.
b.      Melalui Human Resources yang berkaitan dengan Human Capital. Human Capital merupakan orang/pekerja yang memiliki keahlian, kapabilitas, sertifikasi dan orang yang dapat melakukan multitasking sehingga menjadi salah satu asset perusahaan.   

Kedua metode diatas dapat dilakukan jika hukum “The Law of The Large Number” terpenuhi. Sebagai contoh, bank lebih memilih ada 1000 nasabah yang menabung di bank dengan uang sebesar Rp 10.000 pada masing-masing nasabah dibandingkan hanya ada satu orang nasabah yang menabung sebesar Rp 1.000.000.
 




LRR (Legal Reserve Requirement)

LRR merupakan ketentuan bagi bank umum untuk menyisihkan dana pihak ketiga yang diperolehnya dalam cadangan giro wajib minimum pada Bank Indonesia. LRR terbagi menjadi dua, yaitu:

1.      Reserve Requirement (RR)
RR merupakan giro wajib minimum yang berupa rekening koran pada BI dengan jumlah 2% dari depositnya.

2.      Excess Reserve (ER)
ER merupakan cadangan giro wajib minimum berupa rekening koran pada BI.

Jika rekening koran pada BI tinggi berarti banyak dana yang Unloanable Fund sehingga bank lebih aman jika terjadi culture shock (krisis) tetapi bank tidak bisa optimal dalam kegiatan operasionalnya karena dana tersebut tidak dapat disalurkan (kredit). Sedangkan jika rekening koran pada BI rendah maka jika terdapat goncangan, bank akan mudah drop. Oleh karena itu, bank melakukan solusi melalui Risk Management yang terdiri dari lima level, high to low. Risiko ada yang dapat dikontrol ada pula yang tidak bisa dikontrol. Risiko yang dapat dikontrol seperti berapa jumlah cek atau giro nasabah. Risiko yang tidak dapat dikontrol seperti perilaku nasabah jika mendengar isu-isu (rush).

Corporate Communication

Pada Industri Keuangan terdapat bidang pekerjaan baru, yaitu Corporate Communication yang sebelumnya termasuk dalam sekretaris perusahaan. Corporate Communication memiliki slogan “Customer Wallet Share” (Dompet Kepedulian Nasabah). Salah contoh dari Corporate Communication yaitu kegiatan yang dilakukan Bank dalam menghimpun dana “tanam satu pohon” sehingga nasabah menyumbangkan uangnya melalui debit card atau credit card untuk membeli benih pohon yang nantinya akan ditanam oleh Bank tersebut.


Konglomerasi Terstruktur




Keterangan :
 


(1)   SITI BANK ingin melakukan ekspansi tetapi tidak ingin menyiapkan modal yang besar sehingga SITI BANK menyalurkan kredit kepada PT. X, perusahaan leasing.
(2)   SETRA COMPANY meminjam uang kepada SITI BANK untuk membuka usaha.
(3)   PT. X melakukan kerja sama dengan SETRA COMPANY dalam melakukan penjualan motor kepada Mr. G dengan harga Rp 10 juta.
(4)   PT. X mengasuransikan motor yang dijualnya ke perusahaan asuransi (PT. ZK) jika ada pembeli yang tidak dapat melunasi pembelian kredit motor dengan membayar premi kepada PT. ZK Rp 10.000. Suatu hari Mr. G meninggal sebelum melunasi kreditnya, karena PT. X sudah mengasuransikan motor yang dijualnya maka PT. X mendapatkan Uang Pertanggungan (UP) sebesar Rp 10.000.000.  
(5)   Melihat transaksi yang terjadi antara PT. X, SETRA COMPANY, dan PT. ZK membuat SITI BANK tertarik untuk  bekerja sama dengan PT. ZK dalam asuransi perbankan sehingga SITI BANK memiliki pengaruh pada PT. ZK.
(6)   PT. ZK mendapatkan premi dari PT. X sebesar Rp 10.000 dengan menjamin penjualan motor dengan harga Rp 10 juta. Namun, PT. ZK tidak sanggup  menanggung risiko sebesar Rp 10 juta tersebut. PT. ZK hanya mampu menjamin Rp 2 juta sehingga hanya mendapatkan premi Rp 2.000. Kemudian PT. ZK bekerja sama dengan perusahaan asuransi lain, PT. KL untuk menanggung uang Rp 8 juta sehingga PT. KL mendapat premi Rp 8.000. Hal ini disebut Reasuransi.
(7)   PT. KL ternyata tidak sanggup untuk menanggung Rp 8 juta dan hanya dapat menanggung Rp 2 juta sehingga PT. KL mengajak kerja sama perusahaan lain, PT. OP untuk menanggung sisanya sebesar Rp 6 juta. Oleh karena itu, PT. KL hanya mendapat Rp 2 ribu dan PT. OP mendapat Rp 6 ribu atas premi. Hal ini disebut Retrocessi.
(8)   Dalam hal ini, PT. OP mendapat bagian yang paling besar, sehingga PT. OP membuat tiga perusahaan baru, yaitu OK, LO, MO. Kemudian ketiga perusahaan tersebut melakukan pembelian saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan proporsi 25% (OK), 20% (LO), dan 15% (MO) dan menjual kembali saham tersebut segera setelah harga saham tersebut naik (short selling) dengan mendapatkan capital gain.
(9)   Pada suatu saat, SITI BANK menjual sahamnya ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan dibeli oleh OK, LO, dan MO pada proporsi seperti diatas tetapi tidak dijual kembali. Hal ini menyebabkan kepemilikan ketiga perusahaan tersebut jika digabung atas saham SITI BANK sebesar 60%. Dengan kata lain, PT. OP memiliki saham pada SITI BANK sebesar 60%. Persentase ini menyebabkan PT. OP memiliki kepemilikan atas SITI BANK dan secara tidak langsung PT. OP juga memiliki pengaruh terhadap PT. ZK.