Rabu, 02 Juli 2014

MEKANISME KLIRING SEBAGAI SISTEM PEMBAYARAN




MITHA FILANDARI
24212612
SMAK06-5
PAPER BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN 2



Kegiatan ekonomi tidak terlepas dari kegiatan konsumsi baik barang maupun jasa. Kegiatan konsumsi termasuk dalam transaksi perdagangan yang memiliki komponen penting yaitu pembayaran. Kegiatan ekonomi tidak dapat berjalan lancar jika tidak terdapat pembayaran. Perkembangan teknologi menyebabkan nilai transaksi dalam perdagangan menjadi semakin besar sehingga pembayaran yang aman dan lancar sangat diperlukan. Sistem pembayaran yang efisien, aman dan cepat dapat mendukung perkembangan sistem keuangan dan perbankan. Maka,  Bank Indonesia mengatur kebijakan tentang penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia.
Sistem merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan satu sama lain untuk melakukan kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Menurut Undang-undang No. 23 tentang Bank Indonesia (pasal 1) sistem pembayaran yaitu: “Sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi”.
Penyelenggaraan sistem pembayaran antar bank dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1.      Sistem BI-RTGS untuk transaksi nilai besar
2.      Sistem Kliring untuk transaksi ritel atau nilai kecil.
Pada tulisan ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai Sistem Kliring. Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). 
Tujuan utama dilaksanakannya kliring, yaitu :
1.      Memperlancar lalu lintas pembayaran giral antar bank di seluruh Indonesia.
2.      Melaksanakan perhitungan penyelesaian utang piutang yang lebih mudah, aman, dan efisien.
3.      Salah satu bentuk pelayanan sistem pembayaran bank kepada nasabah masing-masing.

Jenis layanan SKNBI :
1.      Kliring Kredit
2.      Kliring Debet
Manfaat SKNBI :
1.      Bagi Bank Indonesia
a.       Efisiensi waktu dan biaya
b.    Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas dengan  diakomodairnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit
c.       Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko
2.      Bagi Bank
a.   Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi warkat kredit.
b.     Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah
3.      Bagi Nasabah
a.      Dapat melakukan aktivitas transfer dana lebih cepat, bahkan untuk skala nasional
b.     Sistem Kliring Nasional memberikan kepastian dan kecepatan penyelesaian transaksi melalui sistem real time yang diciptakan
c.   Penyelesaian transfer kredit melalui kliring secara real time akan meminimalkan risiko kegagalan transaksi.

Perbedaan mekanisme Non Kliring dan Kliring




Proses Kliring

 
1.      Debet Nota




Ilustrasi :
Mr. A membeli laptop dari Mr. B yang dibayar dengan cek senilai Rp 50 juta (1). Kemudian Mr. B ingin mencairkan cek tersebut melalui Bank Y agar cek tersebut langsung masuk ke tabungan Mr. B pada Bank Y. Bank Y mengeluarkan Debet Nota Keluar (2) yang dikirim ke BI, kemudian Bank X menerima Debet Nota Masuk dari BI sebagai bukti bahwa ada permintaan untuk mencairkan cek dari nasabah Bank X. Kemudian Bank X memeriksa apakah saldo Mr. A cukup untuk mencairkan cek tersebut. Jika cukup, maka kliring diterima. Jika tidak, maka disebut tolakan kliring. Dalam ilustrasi ini, saldo Mr. A cukup untuk mencairkan cek tersebut, maka kliring diterima dan transaksi ini dicatat sebagai berikut:



Bank X :


  


  



BI :

 



Bank Y :






1.      Kredit Nota

 



Ilustrasi :
Mr. B memberikan uang kepada Mr. A melalui Bank Y sebesar Rp 10 juta. Bank Y mengeluarkan Kredit Nota Keluar (1) ke BI kemudian Bank X menerima Kredit Nota Masuk (2) dari BI.


 



Bagi bank-bank yang mengikuti kliring, dianjurkan untuk mengecek bagaimana posisinya pada saat kliring, apakah positif atau negatif. Positif, jika hak tagihnya lebih besar dari kewajiban membayarnya yang pada proses kliring disebut menang kliring. Sedangkan posisi negatif yang dimaksud yaitu jika hak tagihnya lebih kecil dari pada kewajiban membayarnya menurut dokumen yang dimasukkan proses kliring disebut mengalami kalah kliring. 

Pelaksanaan kliring sangat dipengaruhi oleh Giro Wajib Minimum (GMW) bank pada BI dengan jumlah 2% dari deposit. Menurut Mabruroh (2004) dalam Yulius Kurnia Susanto dan Tjhai Fung Njit (2012), perhitungan GMW diperoleh dengan membandingkan giro pada Bank Indonesia dengan seluruh dana yang berhasil di himpun atau membandingkan jumlah alat likuid yang terdiri dari kas dan giro pada Bank Indonesia dengan jumlah dana pihak ketiga yang terdiri dari giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban pendek lainnya.


 
 
Contohnya, jika saldo di bank ada Rp 100 juta maka giro di BI sebesar Rp 2 juta (2%-nya). Jika Bank kalah kliring Rp 1,5 juta maka giro di BI sisa Rp 500 ribu, jumlahnya kurang dari giro minimal yang ditentukan BI. Maka, Bank harus mencari pinjaman ke Bank lain (yang menang kliring) minimal Rp 1,5 juta yang disebut dengan call money. Call money menyebabkan adanya bunga yang harus dibayar per malam (on night) oleh bank yang meminjam.

Misalnya, Bank yang menang kliring memiliki saldo 100 juta dan cadangan di BI sebesar Rp 4 juta (4% dari saldo deposit). 2% adalah Reserve Requirement (RR) yang merupakan ketentuan bagi setiap bank umum  untuk menyisihkan sebagian dana pihak ketiga yang dihimpun dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. 2%-nya lagi adalah Excess Reserve, yang menjadi cadangan jika ada bank yang meminjam dana (call money).  



Kesimpulan


Jadi, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dapat menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal. Namun, sistem pembayaran dengan kliring ini dapat menyebabkan call money. Rasio call money dapat menunjukkan kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar atau aktiva yang paling likuid dari bank. Jika rasio ini semakin kecil, maka likuiditas bank dikatakan cukup baik karena bank dapat menutup kewajiban dalam kegiatan pasar uang antar bank. 




Daftar Pustaka



Dewi, Vera Intanie. 2012. Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia. Bina Ekonomi Vol. 10, No. 2, Agustus 2006: 1-128
journal.unpar.ac.id/index.php/bina/article/viewFile/412/369 
Afrita, S. 2012. Analisis Kinerja Sistem Real Time Gross Settlement-BI Pada PT. BRI (Persero) http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1772/1/Artikel_92102045.pdf
Susanto, Yulius Kurnia dan Tjhai Fung Njit. 2012. Penentu Kesehatan Perbankan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 14, No. 2, Agustus 2012, Hlm. 105-116. www.tsm.ac.id/JBA/.../3.%20Penentu%20Kesehatan%20Perbankan.pdf
P, Johnshyn. 2009. Analisis Pengaruh Prinsip Prudential Banking Terhadap Proporsi Penyaluran Kredit pada Bank Mandiri (Persero) Tbk. Universitas Gunadarma.
Sujarwo. 2011. Sensitivitas Pengelolaan Likuiditas Terhadap Rentabilitas Perbankan yang Sehat pada Bank Umum. Depok : JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL 10, NO. 1, JUNI 2011 : 34-46 34


 






Tidak ada komentar: