Jumat, 10 Mei 2013

Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pengangguran Terdidik




 Di buat untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Perekonomian Indonesia


Disusun Oleh :

MITHA FILANDARI
(24212612)
1EB24



UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
ATA 2013




Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pengangguran Terdidik”  dengan baik.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Softskill mata kuliah Perekonomian Indonesia dan sesuai dengan judulnya makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pengangguran terdidik dan penyebabnya sehingga diharapkan kita sebagai mahasiswa/i Fakultas Ekonomi khususnya dan mahasiswa pada umumnya lebih membuka pikiran kita dan merubah cara pandang kita mengenai hal yang akan dilakukan setelah lulus dari pendidikan tinggi, mencari pekerjaan atau membuka lapangan kerja kita sendiri.
Sehubungan dengan selesainya penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Perekonomian Indonesia yang telah berbagi ilmu kepada para mahasiswanya serta berbagai pihak yang telah membantu dalam penyediaan informasi. Penulis  juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca, kritik dan saran Anda di tunggu agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.



                                                                                                            Bekasi, Mei 2013


                                                                                                                    Penulis








Abstrak

Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Untuk itulah diperlukan berbagai macam upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik. Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi seorang wirausahawan muda sangat penting dalam menumbuhkan jumlah wirausahawan. Dengan meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan menambah jumlah lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, pihak perguruan tinggi juga perlu mengetahui faktor yang paling dominan memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Hasil penelitian mengatakan bahwa ada 3 faktor paling dominan  dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitu faktor kesempatan, faktor kebebasan, faktor kepuasan hidup.


















BAB 1.       PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Pertumbuhan pencetakan sarjana belum sebanding dengan lapangan kerja yang dihasilkan. Setiap tahun perguruan tinggi yang meluluskan sarjana (S1) terus meningkat jumlahnya. Secara kuantitas lulusan SI dari waktu ke waktu kian membengkak, sementara mereka yang langsung diterima bekerja sangat sedikit akibatnya banyak sarjana menganggur pascalulus.  Artinya, secara kualitas lulusan perguruan tinggi belum lah menjamin sukses dapat bekerja di negeri  ini. Dulu, pengangguran identik dengan minimnya pendidikan. Namun kini, angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran terdidik tertinggi. Perkiraan tingkat pengangguran di level 5,8- 6,1 persen pada 2013 cukup realistis dengan asumsi pertumbuhan ekonomi dikisaran 6,8-7,2 persen dimana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lebih dari 350.000 kesempatan kerja. Pada 2013 tercipta 2,5 - 2,7 juta angkatan kerja baru maka perlu adanya upaya yang harus dilaksanakan untuk menampung sekian juta angkatan kerja baru tersebut agar tidak menambah banyaknya daftar pengangguran di Indonesia. Salah satunya dengan mengubah pola pikir mahasiswa yang selalu ingin menjadi pekerja/pegawai. Setelah lulus kuliah, kita tidak harus mencari pekerjaan melainkan bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri melalui wirausaha. Hal ini lah yang dapat mengurangi adanya pengangguran terdidik.

1.2.      Maksud dan Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menginginkan para pembaca agar :
            a.         Dapat mengetahui definisi dari pengangguran dan pengangguran terdidik.
            b.         Mengetahui penyebab tingginya angka pengangguran terdidik di Indonesia.
c.     Mengetahui hubungan antara mutu pendidikan di Indonesia dengan jumlah pengangguran terdidik.
            d.         Mengetahui berbagai kendala dalam pendidikan tinggi.
e.         Mengetahui peranan pendidikan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi wirausahawan.
f.     Mengetahui berbagai macam upaya yang dapat dilakukan guna menumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa.



1.3.      Metode Penelitian
Penulisan makalah ini didasarkan pada berbagai macam sumber informasi di internet, seperti website, blog, dan surat kabar.

1.4.      Rumusan Masalah
            1.4.1.   Apa yang dimaksud dengan pengangguran dan pengangguran terdidik ?
            1.4.2.   Mengapa jumlah pengangguran terdidik di Indonesia cukup tinggi ?
1.4.3.   Bagaimana mutu pendidikan di Indonesia terkait banyaknya pengangguran terdidik ?
            1.4.4.   Apa saja kendala yang mendasar pada pendidikan tinggi di Indonesia?
1.4.5.   Bagaimana peran pendidikan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi wirausahawan?
1.4.6.   Bagaimana upaya menumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa?

1.5.      Landasan Teori
Menurut Menakertrans, Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT untuk tingkat diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95 persen. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. Kemungkinan sarjana menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, pihak perguruan tinggi juga perlu mengetahui faktor yang paling dominan memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Hasil penelitian mengatakan bahwa ada 3 faktor paling dominan  dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitu faktor kesempatan, faktor kebebasan, faktor kepuasan hidup.










BAB 2.       PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian Pengangguran dan Pengangguran Terdidik
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Pengangguran terdidik adalah seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari kelompok masyarakat menengah keatas yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan.  

2.2.      Faktor yang Menyebabkan Banyaknya Pengangguran Terdidik di Indonesia
Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut:

1.    Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian khusus.

2.    Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil).

3.    Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.

4.    Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Selain itu, peningkatan jumlah pengangguran intelektual di Indonesia juga dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. “Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang akademik juga menjadi masalah,” kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur Daniel Rosyid, Senin (3/12) memberikan penilaiannya.
Menurut dia, kurikulum S1 terlalu menekankan pada pengajaran akademik. Hasil akhirnya membuat mental sarjana hanya mencari kerja. Mereka tidak memikirkan cara untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. “Coba kalau pendidikan vokasi diperbanyak, jumlah pengangguran intelektual tidak bakal sebanyak sekarang,” ujar Daniel.
Ia menilai, kurikulum pendidikan memang tidak selalu cocok dengan tuntutan dunia kerja. Namun Daniel menuding faktor utama lebih pada banyaknya jurusan sosial yang dibuka di sebuah universitas. Adapun pendirian politeknik maupun institut rasionya dibanding universitas sangat kecil.
Padahal lulusan politeknik maupun institut sangat dibutuhkan kalangan industri. “Masalahnya banyak kampus yang menjual ijazah dengan mudahnya tanpa memperhatikan kualitas lulusan,” kata Daniel.
Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) itu menyarankan, ke depannya pemerintah diharapkan untuk meningkatkan jumlah pendidikan vokasional. Cara itu dinilai Daniel sangat efektif sebab setidaknya bakal melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan khusus sebelum terjun ke dunia kerja.
“Kurangi sarjana akademik, dan perbanyak sarjana yang memiliki skill. Ini cara tercepat mengurangi jumlah pengangguran terdidik.”

2.3.      Upaya dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia
Dalam pertemuannya dengan Kabid Pemuda dan Olahraga Kabupaten situbondo, Drs. Budi Hartono mengulas  bahwa Dewasa ini Sumber Daya Manusia dituntut mampu berkompetisi dalam dunia global. Membangun sumber daya  manusia berkualitas tentu merupakan suatu tantangan tersendiri. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia dihadapkan pada kondisi sangat terpuruknya mutu pendidikan, walaupun tidak dapat kita pungkiri dilain sisi terdapat beberapa anak bangsa berhasil mencetak prestasi yang membanggakan bagi kita . Tentunya kita tidak dapat berpuas diri dengan hanya mengandalkan beberapa orang saja dari sekian ratus juta jiwa anak bangsa yang hidup di republik ini dalam mencetak berbagai prestasi berkaliber dunia.
Kita hidup dalam dunia yang penuh perubahan. Jika kita tidak mampu mengelola perubahan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi kita maka dengan sendirinya kita akan tergilas didalam perubahan itu. Perubahan terjadi dimana mana, termasuk dalam dunia pendidikan kita.Bagi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia saat ini sedang melakukan proses pembangunan di segala bidang. Untuk melaksanakan pembangunan itu dibutuhkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Satu-satunya lembaga yang mampu mencetak Sumber Daya Manusia ( SDM ) berkualitas adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan akan mampu mencetak SDM yang berkualitas manakala sekolah mampu mengelola pendidikan dengan cara profesional,sedangkan pengelolaan pendidikan secara profesional akan terwujud manakala didukung oleh tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional pula. Kesadaran akan pentingnya mutu pendidikan sungguh merupakan tantangan yang tidak ringan. Pemerintah sudah cukup serius untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai cara antara lain dengan program Ujian Nasional,Akreditasi Sekolah,serta Sertifikasi bagi guru. Jika kita baru berpikir bahwa kita harus berubah, sesungguhnya kita belum terlambat asal kita segera berbuat . Oleh karenanya permasalahan ini harus segera diatasi. Mutu pendidikan yang terpuruk di negeri ini harus kita tekan. Setiap lembaga pendidikan yang ada di republik ini memiliki tanggung jawab besar terhadap mutu pendidikan yang dimulai dari proses pendidikan itu sendiri dan berakhir pada hasil pendidikan yang dicapai( Output).
Program Bupati tersebut merupakan upaya menghilang disparitas kualitas pendidikan yang dirasakan selama ini, sejalan dengan Renstra Kemendikbud, bahwa pada periode 2010-2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan visi Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
Cerdas Spiritual memiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.
Cerdas emosional dan sosial : cerdas emosional memiliki makna bahwa siswa mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya,serta memiliki kompetensi untuk mengekspresikannya sedangkan cerdas sosial memiliki makna agar siswa memiliki kemampuan beraktualisasi diri melaluiinteraksi sosial dengan cara (a) membina dan memupuk hubungan timbal balik;(b)demokratis;(c)empati dan simpati;menghargai kebhinnekaan dalam bermasyarakat dan bernegara;berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Cerdas Intelektual memiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjadi insan intelektual yang kritis,kreatif,inovatif,dan imajinatif.
Cerdas Kinestetis memiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olahraga untuk mewujudkan insan yang sehat,bugar,berdayatahan,sigap,terampil,dan trenginas.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan lima misi yang biasa disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan layanan pendidikan; kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan memperoleh layanan pendidikan;kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
Dengan Pilar 5K ini akan membangun tembok-tembok kebijakan pendidikan, sehingga sistem pendidikan akan berkembang menjadi sesuatu bangunan yang kokoh dengan arsitektur
bangunan yang responship terhadap dinamika perkembangan ilmu pengetahuan, serta mengembangkan masyarakat yang lebih progresif. Implementasi pilar 5K merupakan wujud dari pelayanan prima serta sebagai bentuk pengabdian pemerintah kepada masyarakat. .
Pilar Ketersediaan merefleksikan jaminan, bahwa layanan pendidikan harus tersedia bagi semua anak usia sekolah,dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi .
Pilar Keterjangkauan mempunyai dua makna, yakni Keterjangkauan secara ekonomis (affordable), dan Keterjangkauan secara geografis (reacheable).
Pilar Kualitas/Mutu pendidikan memang menjadi salah satu kebijakan pendidikan pada periode 2010 – 2014,secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan kepada pelanggan.
Pilar Kesetaraan memiliki makna bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kesetaraan dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan mdmperhatikan keberagaman latar belakang sosial-budaya, ekonomi, geografi, gender, dan sebagainya.
Pilar Kepastian merupakan komitmen pemerintah untuk menjamin bahwa peserta didik dapat memilih jenis dan jalur,serta jenjang pendidikan yang sesuai dengan potensi akademis, minat dan bakatnya.

2.4.      Kendala yang Mendasar pada Pendidikan Tinggi di Indonesia
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi perguruan tinggi adalah problem relevansi dan mutu yang belum menggembirakan. Pendidikan tinggi belum bisa menjadi faktor penting yang mampu melahirkan enterpreneur dengan orientasi job creating dan kemandirian. Pengangguran terdidik dari hasil pendidikan terus bertambah, problem pengabdian masyarakat dimana perguruan tinggi tersebut berada dirasa kurang responsif, dan berkontribusi terhadap problem masyarakat. Perguruan Tinggi juga belum sepenuhnya mampu melahirkan lulusan yang memiliki akhlak mulia dan karakter yang kuat. Anarkhisme intra dan inter-kampus seperti membentuk lingkaran kekerasan, banyak kita jumpai terjadinya demo-demo yang bersifat anarkhis yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Tentu banyak juga prestasi yang telah dicapai, akan tetapi gaung masalah ini lebih bergema dibanding deretan prestasi-prestasi.
Melihat hal ini, kita selalu dituntut untuk mencari akar masalahnya. Apakah akar masalahnya berada pada kurikulum dan literatur yang diberikan yang tidak terkoordinasi, akreditasi kelembagaan yang tidak terukur, tenaga pendidik yang belum terakreditasi, atau masalah lainnya. Dalam hal ini, setidaknya kita mencatat berbagai kendala mendasar yang ada dalam dunia pendidikan tinggi yaitu: Pertama,masih rendahnya kualitas pendidik. Masalah ini merupakan persoalan krusial yang harus segera diatasi, karena akan berdampak signifikan terhadap lulusan yang dihasilkan. Salah satu yang akan terdampak adalah indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang selama ini dinilai masih rendah. Terkait dengan ini, dibutuhkan perhatian yang serius dalam rangka meningkatkan kualitas pendidik. Para dosen harus secara berkelanjutan melakukan update kemampuan dan ilmunya, sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berjalan. Kedua,belum memadainya fasilitas pendidikan. Hingga kini masih banyak pendidikan tinggi yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap, sehingga proses pembelajaran dan hasil lulusan menjadi kurang optimal. Perlu diingat bahwa tanpa fasilitas yang memadai dan relevan dengan kebutuhan, maka hasil pendidikan tidak akan optimal. Hal ini pada umumnya terjadi di berbagai fakultas yang membutuhkan alat peraga dan alat praktek dalam proses pembelajaran seperti fakultas kedokteran, fakultas teknik, fakultas peternakan, fakultas pertanian, dan lain sebagainya. Ketiga, masalah efektivitas pendidikan. Efektivitas pendidikan terkait erat dengan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh pendidikan tinggi. Namun kenyataan yang sangat memprihatinkan adalah, bahwa di Indonesia, hingga kini masih banyak penyelenggaraan pendidikan tinggi yang belum efektif, sehingga hanya sedikit pendidikan tinggi Indonesia yang masuk pada ranking atas pendidikan tinggi di tingkat dunia dan bahkan tingkat Asia. Kenyataan ini menunjukkan betapa parahnya kualitas pendidikan tinggi di kebanyakan
pendidikan tinggi Indonesia, dan tentu saja hal ini berimplikasi pada sumber daya manusia yang dihasilkan. Keempat, mahalnya biaya pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bersama, hingga kini masyarakat masih harus menanggung banyak biaya, sehingga hanya golongan masyarakat mampu yang dapat membiayai pendidikan anaknya di jenjang pendidikan ini. Meskipun Pemerintah menyediakan beasiswa untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu, namun jumlahnya hanya sedikit. Dampak khir dari kenyataan ini adalah ketidakadilan dalam memperoleh hak atas pendidikan. Kelima,masalah pengangguran terdidik. Pengangguran terdidik terkait dengan kualitas pendidikan tinggi. Banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang tidak dapat segera memasuki dunia kerja, apalagi menciptakan lapangan kerja sendiri, merupakan permasalahan krusial dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Berdasarkan pengamatan, pengangguran terdidik di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir,
sementara jumlah penganggur tidak terdidik makin turun. Dengan me-lonjaknya jumlah pengangguran intelektual maka tugas pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja juga akan semakin susah. Dan keenam, link and match antara pendidikan tinggi dan kebutuhan akan sumberdaya manusia di lapangan kerja. Pendidikan tinggi bagai berjalan dengan iramanya sendiri, sementara kondisi riil di lapangan kurang diperhatikan secara matang. Akhirnya pendidikan tinggi tidak mampu menjadi faktor yang penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan tinggi belum mampu sepenuhnya mampu melahirkan sumberdaya manusia yang layak diterima di lapangan kerja yang ada, dan pendidikan tinggi juga belum mampu menghasilkan entrepreneur yang memiliki keberanian dan kemandirian.
Anggota Dewan mencatat bahwa permasalahan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, memang cukup banyak dan kompleks. Sehingga, dengan melihat berbagai permasalah pokok diatas, termasuk masalah legislasi dan implementasinya, Dewan mengusulkan upaya yang kuat untuk membentuk RUU tentang Pendidikan Tinggi. Dewan berpendapat bahwa, penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pendidikan nasional, tidak dapat dilepaskan dari amanat pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
Dengan adanya Undang-undang, tentu saja diharapkan bahwa dunia pendidikan tinggi dapat menghadapi perkembangan globalisasi yang makin mengutamakan basis ilmu pengetahuan dan peran strategis dalam memajukan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Selain itu, dengan adanya UU Pendidikan Tinggi, diharapkan sejumlah persoalan yang menjadi kendala dalam mewujudkan pendidikan tinggi dapat terjawab.

2.5.      Peran Pendidikan Tinggi Dalam Memotivasi Mahasiswa Menjadi Wirausahawan
Tingginya angka pengangguran yang ditamatkan pendidikan tinggi di Indonesia mengalihkan perhatian kita untuk memburu model pendidikan macam apa yang cocok saat ini diterapkan di perguruan tinggi. Untuk menjawab persoalan tersebut di setiap perguruan tinggi saat ini sudah mulai mirintis program pendidikan kewirausahan.
Program Pengembangan Kewirausahaan dilaksanakan untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan pada para mahasiswa dan juga staf pengajar serta diharapkan menjadi wahana pengintegrasian secara sinergi antara penguasaan sains dan teknologi dengan jiwa kewirausahaan. Selain itu diharapkan pula hasil-hasil penelitian dan pengembangan tidak hanya bernilai akademis saja, namum mempunyai nilai tambah bagi kemandirian perekonomian bangsa. Kewirausahaan, dapat didefinisikan sebagai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan (peluang) bisnis serta kemampuan mengoptimalisasikan sumberdaya dan mengambil tindakan serta bermotivasi tinggi dalam mengambil resiko dalam rangka mensukseskan bisnisnya.
Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi seorang wirausahawan muda sangat penting dalam menumbuhkan jumlah wirausahawan. Dengan meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan menambah jumlah lapangan pekerjaan. Pertanyaannya adalah bagaimana pihak perguruan tinggi dapat mencetak wirausahawan muda. Pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan sikap dan perilaku kewirausahaan sasaran didik, baik di sekolah-sekolah menengah, maupun di pendidikan tinggi. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja.
Selain itu pula, secara historis masyarakat kita memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah Belanda, ikut mewarnai orientasi pendidikan kita. Sebagian besar anggota masyarakat mengaharapkan output pendidikan sebagai pekerja, sebab dalam pandangan mereka bahwa pekerja (terutama pegawai negeri) adalah priyayi yang memiliki status sosial cukup tinggi dan disegani oleh warga masyarakat. Lengkaplah sudah, baik pendidik, institusi pendidikan, maupun masyarakat, memiliki persepsi yang sama terhadap harapan ouput pendidikan.
Berbeda dengan di negara maju, misalkan Amerika Serikat. Di Amerika Serikat   sejak 1983 telah merasakan pentingnya pendidikan kejuruan. Di mana Pendidikan kewiraushaan yang dikembangkan diarahkan pada usaha memperbaiki posisi Amerika dalam persaingan ekonomi dan militer. Pendidikan kewirausahaan khususnya yang berkenaan dengan pendidikan bisnis, dikatakan bahwa dapat dilakukan pada setiap level pendidikan, baik pada level Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, maupun di perguruan tinggi.
Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia termasuk masih kekurangan wirausahawan. Hal ini dapat dipahami, kerena kondisi pendidikan di Indonesia masih belum menunjang kebutuhan pembangunan sektor ekonomi. Perhatikan, hampir seluruh sekolah/PT masih didominasi oleh pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran yang konvensional. Mengapa hal itu dapat terjadi? Di satu sisi institusi pendidikan dan masyarakat kurang mendukung pertumbuhan wirausahawan. Di sisi lain, banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat mendorong semangat kerja masyarakat, misalkan kebijakan harga maksimum beras, maupun subsidi yang berlebihan yang tidak mendidik perilaku ekonomi masyarakat.
Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan suatu negara adalah para wirausahawan. Wirausahawan adalah seorang yang menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dewasa ini banyak kesempatan untuk berwirausaha bagi setiap orang yang jeli melihat peluang bisnis tersebut. Karier kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat serta memberikan banyak pilihan barang dan jasa bagi konsumen, baik dalam maupun luar negeri. Meskipun perusahaan raksasa lebih menarik perhatian publik dan sering kali menghiasi berita utama, bisnis kecil tidak kalah penting perannya bagi kehidupan sosial dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Oleh karena itu pemerintah mengharapkan para mahasiswa mempunyai kemampuan dan keberanian untuk mendirikan bisnis baru meskipun secara ukuran bisnis termasuk kecil, tetapi membuka kesempatan pekerjaan bagi banyak orang. Pihak perguruan tinggi bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan dalam melihat peluang bisnis serta mengelola bisnis tersebut serta memberikan motivasi untuk mempunyai keberanian menghadapi resiko bisnis. Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi para mahasiswanya menjadi young entrepreneurs merupakan bagian dari salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan. Menurut  Thomas Zimmerer dalam Kirschheimer, DW,  ada 8 faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan antara lain sebagai berikut:
     1.     Wirausahawan Sebagai Pahlawan.
Faktor di atas sangat mendorong setiap orang untuk mencoba mempunyai usaha sendiri karena adanya sikap masyarakat bahwa seorang wirausaha dianggap sebagai pahlawan serta sebagai model untuk diikuti. Sehingga status inilah yang mendorong seseorang memulai usaha sendiri.
     2.    Pendidikan Kewirausahaan.
Pendidikan kewirausahaan sangat populer di banyak akademi dan universitas di Amerika. Banyak mahasiswa semakin takut dengan berkurangnya kesempatan kerja yang tersedia sehingga mendorong untuk belajar kewirausahaan dengan tujuan setelah selesai kuliah dapat membuka usaha sendiri.
    3.     Faktor ekonomi dan Kependudukan.
Dari segi demografi sebagian besar entrepreneur memulai bisnis antara umur 25 tahun sampai dengan 39 tahun. Hal ini didukung oleh komposisi jumlah penduduk di suatu negara, sebagian besar pada kisaran umur diatas. Lebih lagi, banyak orang menyadari bahwa dalam kewirausahaan tidak ada pembatasan baik dalam hal umur, jenis kelamin, ras, latar belakang ekonomi atau apapun juga dalam mencapai sukses dengan memiliki bisnis sendiri.
    4.     Pergeseran ke Ekonomi Jasa
Di Amerika pada tahun 2000 sektor jasa menghasilkan 92% pekerjaan dan 85% GDP negara tersebut. Karena sektor jasa relatif rendah investasi awalnya sehingga untuk menjadi populer di kalangan para wirausaha dan mendorong wirausaha untuk mencoba memulai usaha sendiri di bidang jasa.
    5.     Kemajuan Teknologi.
Dengan bantuan mesin bisnis modern seperti komputer, laptop, notebook, mesin fax, printer laser, printer color, mesin penjawab telpon, seseorang dapat bekerja dirumah seperti layaknya bisnis besar. Pada zaman dulu, tingginya biaya teknologi membuat bisnis kecil tidak mungkin bersaing dengan bisnis besar yang mampu membeli alat-alat tersebut. Sekarang komputer dan alat komunikasi tersebut harganya berada dalam jangkauan bisnis kecil.
    6.  Gaya Hidup Bebas.
Kewirausahaan sesuai dengan keinginan gaya hidup orang Amerika yang menyukai kebebasan dan kemandirian yaitu ingin bebas memilih tempat mereka tinggal dan jam kerja yang mereka sukai. Meskipun keamanan keuangan tetap merupakan sasaran penting bagi hampir semua wirausahawan, tetapi banyak prioritas lain seperti lebih banyak waktu untuk keluarga dan teman, lebih banyak waktu senggang dan lebih besar kemampuan mengendalikan stress hubungan dengan kerja. Dalam penelitian yang telah dilakukan bahwa 77% orang dewasa yang diteliti, menetapkan penggunaan lebih banyak waktu dengan keluarga dan teman sebagai prioritas pertama. Menghasilkan uang berada pada urutan kelima dan membelanjakan uang untuk membeli barang berada pada urutan terakhir.
    7.  E-Commerce dan The World-Wide-Web
Perdagangan on-line tumbuh cepat sekali, sehingga menciptakan perdagangan banyak kesempatan bagi wirausahawan berbasis internet atau website. Data menunjukkan bahwa 47% bisnis kecil melakukan akses internet sedangkan 35% sudah mempunyai website sendiri. Faktor ini juga mendorong pertumbuhan wirausahawan di beberapa negara.
    8.  Peluang Internasional.
Dalam mencari pelanggan, bisnis kecil kini tidak lagi dibatasi dalam ruang lingkup Negara sendiri. Pergeseran dalam ekonomi global yang dramatis telah membuka pintu ke peluang bisnis yang luar biasa bagi para wirausahawan yang bersedia menggapai seluruh dunia. Kejadian dunia seperti runtuhnya tembok Berlin, revolusi di negara-negara baltik Uni Soviet dan hilangnya hambatan perdagangan sebagai hasil perjanjian Masyarakat Ekonomi Eropa, telah membuka sebagian besar pasar dunia bagi para wirausahawan. Peluang Internasional akan terus berlanjut dan tumbuh dengan cepat pada abad ke 21.
Faktor yang mendukung pembahasan ini adalah faktor Pendidikan Kewirausahaan. Di luar negeri banyak universitas mempunyai suatu program khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan, sehingga ada suatu embrio young entrepreneurs.Peranan perguruan tinggi hanya sekedar menjadi fasilitator dalam memotivasi, mengarahkan dan penyedia sarana prasarana dalam mempersiapkan sarjana yang mempunyai motivasi kuat, keberanian, kemampuan serta karakter pendukung dalam mendirikan bisnis baru.
Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi mahasiswanya menjadi wirausahawan muda sangatlah penting. Hal ini dilihat dari beberapa pembahasan bidang kewirausahaan yang telah dikemukakan diatas. Masalahnya adalah bagaimana pihak perguruan tinggi mampu melakukan peranannya dengan benar dan mampu menghasilkan sarjana yang siap berwirausaha. Peranan pihak perguruan tinggi dalam menyediakan suatu wadah yang memberikan kesempatan memulai usaha sejak masa kuliah sangatlah penting, sesuai dengan pendapat Thomas Zimmerer bahwa memulai bisnis, bisa pada saat masa kuliah berjalan, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana peranan perguruang tinggi dalam hal memotivasi mahasiswanya untuk tergabung dalam wadah tersebut. Karena tanpa memberikan gambaran secara jelas apa saja manfaat berwirausaha, maka besar kemungkinan para mahasiswa tidak ada yang termotivasi untuk memperdalam keterampilan berbisnisnya.
Oleh karena itu, pihak perguruan tinggi juga perlu mengetahui faktor yang paling dominan memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Hasil penelitian mengatakan bahwa ada 3 faktor paling dominan  dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitu faktor kesempatan, faktor kebebasan, faktor kepuasan hidup. Ketiga faktor itulah yang membuat mereka menjadi wirausahawan. Tulisan ini sangat membantu pihak perguruan tinggi dalam memberikan informasi kepada para mahasiswanya, bahwa menjadi wirausahawan akan mendapatkan beberapa kesempatan, kebebasan dan kepuasan hidup. Proses penyampaian ini harus sering dilakukan sehingga mahasiswa semakin termotivasi untuk memulai berwirausaha. Sebab banyak mahasiswa merasa takut menghadapi resiko bisnis yang mungkin muncul yang membuat mereka membatalkan rencana bisnis sejak dini.
Motivasi yang semakin besar, ada pada mahasiswa menyebabkan wadah yang disiapkan oleh pihak perguruan tinggi tidak sia-sia, melainkan akan melahirkan wirausahawan muda yang handal. Dengan semakin banyaknya mahasiswa memulai usaha sejak masa kuliah, maka besar kemungkinan setelah lulus akan melanjutkan usaha yang sudah dirintisnya. Sehingga semakin berkurangnya jumlah pengangguran di negara kita, akan tetapi sebaliknya semakin bertambahnya jumlah lapangan pekerjaan yang dibuka.

2.6.      Upaya Menumbuhkembangkan Kewirausahaan di Kalangan Mahasiswa

a.         Upaya Menumbuhkan Minat dan Motivasi Berwirausaha
Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri. Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat, sehingga upaya pembangunan wirausaha di Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan nasional.
Minat berwirausaha perlu dan harus ditumbuhkembangkan di kalangan masyarakat termasuk mahasiswa karena memiliki manfaat banyak sekali antara lain: (1) menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) meningkatkan produktivitas, dengan menggunakan metode baru, maka wirausaha dapat meningkatkan produktivitasnya; (3) meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pekerjaan. Wirausaha serta usaha kecil memberikan lapangan kerja yang cukup besar sehingga dapat memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi; (4) menciptakan teknologi baru dan menciptakan produk dan jasa baru. Banyak wirausaha yang memanfaatkan peluang dengan menciptakan produk atau jasa baru. Kalaupun mereka masih mempertahankan produk lama, produk tersebut merupakan produk yang sudah diperbaiki; (5) mendorong inovasi, meskipun biasanya mereka tidak menciptakan sesuatu yang baru, tetapi mereka dapat mengembangkan metode atau produk yang inovatif.
Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian dan ketangguhan ekonomi nasional adalah melalui pengembangan, pemantapan sikap, perilaku dan kemampuan serta minat berwirausaha. Dengan berkembangnya minat dan lahirnya wirausaha-wirausaha nasional akan menjadi penggerak roda perekonomian nasional serta memacu pertumbuhan ekonomi nasional yang pada gilirannya akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Upaya ini perlu didukung oleh semua kalangan baik unsur pemerintah, masyarakat termasuk mahasiswa maupun dunia usaha secara terarah dan berkesinambungan.
Di Amerika ada budaya keinginan seseorang untuk menjadi bos sendiri, memiliki peluang individual, menjadi sukses dan menghimpun kekayaan, ini semua merupakan aspek yang utama dalam mendorong berdirinya kegiatan kewirausahaan. Di negara lain motivasi utama mendirikan bisnis bukan mencari uang semata akan tetapi karena faktor lingkungan yang banyak dijumpai berbagai macam perusahaan, lingkungan semacam ini sangat mendorong pembentukan kewirausahaan. Dorongan membentuk wirausaha juga datang dari teman pergaulan, lingkungan famili, dan sahabat. Mereka dapat berdiskusi tentang ide wirausaha, masalah yang dihadapi dan cara-cara mengatasi masalahnya. Pendidikan formal dan pengalaman bisnis kecil-kecilan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi potensi utama untuk menjadi wirausaha yang berhasil.
Beberapa motivasi yang mendorong seseorang berwirausaha antara lain: (1) alasan keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, untuk mencari pendapatan tambahan; (2) alasan sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/status untuk dapat dikenal dan dihormati, agar dapat bertemu dengan orang banyak; (3) alasan pelayanan yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk membantu ekonomi masyarakat, untuk masa depan anak dan keluarga,; (4) alasan pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi atasan mandiri, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, untuk menjadi lebih produktif, untuk menggunakan kemampuan pribadi atau berprestasi.

 b.        Cara Menumbuhkembangkan Kewirausahaan di kalangan mahasiswa
Menumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa dapat dilaksanakan melalui:
1.         Kurikulum Perguruan Tinggi. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum perguruan tinggi perlu dimasukkan mata kuliah kewirausahaan pada program studi. Dengan dicantumkan dalam kurikulum pada program studi, maka secara kurikuler para mahasiswa dapat belajar tentang berbagai teori dan pengetahuan serta ketrampilan kewirausahaan yang dapat dijadikan bekal dalam menekuni dan terjun ke dunia kewirausahaan baik selama menjadi mahasiswa dan terutama setelah mereka mernyelesaikan studi.

2.         Program Belajar Bekerja Terpadu (PBBT) yaitu suatu program pendidikan yang memadukan belajar dan bekerja dengan cara memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja sebagai layaknya karyawan dalam dunia kerja (khususnya UKM). Program ini diperuntukkan bagi mahasiswa S1 yang telah selesai semester VI atau lebih, dengan waktu tiga sampai dengan enam bulan. Dalam program ini mahasiswa bekerja di suatu perusahaan dan mendapat kompensasi keuangan serta bantuan lainnya seperti transport, pemondokan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan atau sponsor. Mahasiswa peserta program ini jika sudah selesai diberi surat keterangan bekerja dari perusahaan, dan akan dikembalikan ke perguruan tinggi asal sebelum berakhir masa programnya jika mahasiswa tersebut melanggar peraturan yang berlaku dalam perusahaan tempat ia bekerja. Program ini berbeda dengan magang atau praktek kerja lapangan karena bersifat suka rela dan selektif (mahasiswa mengajukan permohonan dan menempuh seluruh proses seleksi) dan tidak harus terkait pada suatu mata kuliah.
Untuk mengembangkan Program Belajar Bekerja Terpadu perlu pelatihan bagi mahasiswa oleh Kantor Menteri Negara, Koperasi dan UMKM. Pendanaan pihak ketiga selain Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, misalnya PLN, Telkom, Departemen Sosial. Disamping itu juga dengan penguatan lembaga pendamping mahasiswa Program Belajar Bekerja Terpadu.

3.         Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai Laboratorium Mahasiswa
Menurut data dari Disperindagkop DIY jumlah UMKM yang ada di Propinsi ini sekitar 400.000 UMKM termasuk industri kecil. Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menghadapi persaingan yang lebih kompetitif, sehingga harus memiliki modal sebagai berikut: (1) kemauan atau minat. Minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, misalnya berminat menjadi wirausaha. Dengan minat yang tinggi tersebut maka benturan, halangan atau juga rintangan yang dialami dapat dikalahkan; (2) keberanian. Keberanian disini adalah sikap berani untuk memulai merubah pola pandang dan pola pikir yang akhirnya akan melandasi sikap kuat untuk berwirausaha; (3) kreativitas, kunci atau modal utama orang yang hendak terjun dalam usaha ini harus kreatif dan inovatif terhadap hasil produk maupun untuk melangkah ke pemasaran; (4) semangat. Semangat adalah nafsu untuk bekerja, berjuang dan bertindak atau melakukan sesuatu yang berlandaskan kekuatan, kegembiraan, serta gairah batin. Orang yang bersemangat adalah orang yang kuat, berniat untuk mengalahkan segenap tantangan dan halangan yang menghadang di depannya. Tanpa semangat tinggi, seseorang yang hendak melaksanakan usaha hanyalah laksana sayur kurang garam, terasa hambar dalam usahanya; (5) materi (uang). Uang memang hal yang penting dalam usaha ini, namun jumlahnya yang besar tidak terlalu dipentingkan dalam usaha khususnya industri kecil maupun UMKM. Keberadaan uang hanyalah merupakan pelengkap usaha tersebut mengingat modal utama dalam UMKM adalah : minat, keberanian, kreativitas dan semangat.

Antara UMKM dengan Perguruan Tinggi saling membutuhkan, sehingga perlu dibangun kerjasama yang baik. Kebutuhan UMKM terhadap Perguruan Tinggi antara lain: (a) laboratorium. Dengan adanya laboratorium ini akan mempermudah UMKM mengetahui hasil-hasil dari produknya, misalnya dari produk Virgin Coconut Oil (VCO), ingin tahu secepatnya kandungan yang terdapat dalam minyak, berapa asam larutan, asam kaproat, asam linoleat dan sebagainya. Namun juga sebaliknya, UMKM dapat juga disebut sebagai laboratoriumnya mahasiswa karena tidak sedikit mahasiswa yang melakukan praktek di UMKM sebagai contoh Kuliah Kerja Nyata (KKN); (b) skill. Dalam keberadaannya ternyata UMKM juga sangat membutuhkan tenaga dari Perguruan Tinggi yang telah terampil membantu mengembangkan produk-produknya.
Perguruan tinggi juga telah banyak bekerjasama dalam pengembangan UMKM seperti pada pembuatan VCO, telah di kirim beberapa mahasiswa untuk berlatih membuat minyak tersebut yang pada waktu itu masyarakat belum banyak mengenal tentang manfaatnya. Kendalanya adalah kadang-kadang teori dan praktek berbeda. Manfaat yang dapat dipetik oleh UMKM, diantaranya terjadi kerja sama yang baik dengan mahasiswa. Banyak Mahasiswa dari luar daerah ikut memasarkan produk, membantu proses produksi sehingga mendapatkan hasil berkualitas dan melalui penelitian ilmiah. Mahasiswa juga banyak mendapat manfaatnya karena dapat melakukan penelitian yang telah tersedia bahan-bahannya tanpa harus mencari sendiri.
















BAB 3.       PENUTUP


3.1.      Kesimpulan

Pengangguran terdidik adalah seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Sehingga untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan minat kewirausahaan dikalangan mahasiswa, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1.         Kurikulum Perguruan Tinggi.
2.         Program Belajar Bekerja Terpadu (PBBT)
3.         Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai Laboratorium Mahasiswa















Daftar Pustaka


Tidak ada komentar: