Nama : Mitha Filandari
NPM : 24212612
Kelas : SMAK06-3
Masalah tenaga kerja
adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. Kondisi kerja yang baik,
kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia
adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja
disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha.
Permintaan
tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah dan
jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan. Sehingga
permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang
diperkerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungKinan tingkat upah dalam
jangka waktu tertentu. Miller &
Meiners (1993), berpendapat bahwa permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh
nilai marjinal produk (Value of Marginal Product, VMP). Nilai marjinal produk
(VMP) merupakan perkalian antara Produk Fisik Marginal (Marginal Physical
Product, MPP) dengan harga produk yang bersangkutan. Produk Fisik Marginal
(Marginal Physical Product, MPP) adalah kenaikan total produk fisik yang
bersumber dari penambahan satu unit input variabel (tenaga kerja). Ini berarti
kurva VMP untuk tenaga kerja merupakan kurva permintaan tenaga kerja -jangka
pendek- dari perusahaan yang bersangkutan yang beroperasi dalam pasar
persaingan sempurna.
Gambar
1.
Kuantitas
Tenaga Kerja Yang Memaksimumkan Laba
Kuantitas tenaga kerja
yang memaksimalkan laba perusahaan terletak pada titik perpotongan antara garis
upah (Tingkat upah yang berlaku untuk pekerja terampil yang dibutuhkan
perusahaan) dan kurva VMP perusahaan.
Penawaran
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat
disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka
waktu tertentu. Dalam teori klasik
sumberdaya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengarnbil keputusan
untuk bekerja atau tidak. Bahkan pekerja juga bebas untuk menetapkan jumlah jam
kerja yang diinginkannya. Teori ini didasarkan pada teori tentang konsumen,
dimana setiap individu bertujuan untuk memaksimumkan kepuasan dengan kendala
yang dihadapinya.
Menurut G.S Becker
(1976), Kepuasan individu bisa diperoleh melalui konsumsi atau menikmati waktu
luang (leissure). Sedang kendala yang dihadapi individu adalah tingkat
pendapatan dan waktu. Bekerja sebagai kontrofersi dari leisure menimbulkan
penderitaan, sehingga orang hanya mau melakukan kalau memperoleh kompensasi
dalam bentuk pendapatan, sehingga solusi dari permasalahan individu ini adalah
jumlah jam kerja yang ingin ditawarkan pada tingkat upah dan harga yang
diinginkan.
Kombinasi waktu non
pasar dan barang-barang pasar terbaik adalah kombinasi yang terletak pada kurva
indefferensi tertinggi yang dapat dicapai dengan kendala tertentu. sebagaimana
gambar 3, kurva penawaran tenaga kerja mempunyai bagian yang melengkung ke
belakang. Pada tingkat upah tertentu penyediaan waktu kerja individu akan
bertambah apabila upah bertembah (dariW ke W1). Setelah mencapai upah tertentu
(W1), pertambahan upah justru mengurangi waktu yang disediakan oleh individu
untuk keperluan bekerja (dari W1 ke WN). Hal ini disebut Backward Bending Supply Curve.
Dengan kata lain, besarnya
pengaruh perubahan tingkat upah terhadap perubahan waktu luang (dan waktu
kerja) sangat tergantung pada besarnya
efek pendapatan dan efek substitusi. Peningkatan tingkat upah akan
mengakibatkan peningkatan jam kerja, apabila
efek substitusi lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan.
Sebaliknya, apabila efek pendapatan lebih dominan dibandingkan dengan efek
substitusi, maka individu akan berupaya untuk mengurangi waktu kerja dan
menikmati lebih banyak waktu luang. Dengan demikian apabila efek pendapatan
lebih besar dibandingkan efek substitusi maka akan terjadi backward bending
labor supply curve.
Layard dan Walters
(1978), menyebutkan bahwa keputusan individu untuk menambah atau mengurangi
waktu luang dipengaruhi oleh tingkat upah dan pendapatan non kerja. Adapun
tingkat produktivitas selalu berubah-rubah sesuai dengan fase produksi dengan
pola mula-mula naik mencapai puncak kemudian menurun.
Semakin besar
elastisitas tersebut semakin besar peranan input tenaga kerja untuk
menghasilkan output, berarti semakin kecil jumlah tenaga kerja yang diminta.
Sedangkan untuk menggambarkan pola kombinasi faktor produksi yang tidak sebanding
(Variable proportions) umumnya digunakan kurva isokuan (isoquantities) yaitu
kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi (tenaga kerja dan
kapital) yang menghasilkan volume produksi yang sama. Lereng isokuan
menggamblfncan laju substitusi teknis marginal atau marginal Rate of Technical
Substitution atau dikenal dengan istilah MRS. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
hubungan antara faktor tenaga kerja dan kapital yang merupakan lereng dari
kurva isoquant.
Referensi
:
journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/download/618/475
repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/.../BAB%20II.docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar